Jumat, 24 Agustus 2012

Cerpen “Akhir”


“Akhir”
Begitu kerasnya mentari bersinar terik, membakar kulit putih mulus milikku, yang berjalan menelusuri pantai. Sejauh mata memandang hanya pasir dan seru deburan ombak yang menemaniku setiap waktu. Hari ini aku akan bertemu dengan dia, dia yang dulu pergi meninggalkanku dan kini kita akan bertemu. Bertemu untuk kesekian kalinya, sebelum dia mengucapkan selamat tinggal. Dahaga mulai menyeruak memenuhi rongga tenggorokanku yang kering  akan cairan. Peluh menetes dengan deras, butiran sebesar biji jagung meluncur indah di pipiku. Helaan nafas terus keluar dari mulutku, jantung berdetak begitu cepat. Suara langkah itu perlahan mendekatiku, pandanganku yang tertuju pada hamparan air yang terus digulung ombak, kini ku tolehkan ke belakang. Semakin kencang detak jantung ini, aku benar tidak ingin mendengar kata-katanya, aku hanya ingin melihatnya. Mata yang indah, bibir yang indah itu tak ingin aku kehilangan Sosoknya benar-benar sulit aku lupakan.
Ombak terus menggulung air tanpa henti, seperti perasaanku yang terus tergulung oleh cintanya. Tatapanku terpaku pada wajah indah yang berhadapan denganku, jaraknya sekitar 1meter dari wajah. Tubuhnya yang tinggi besar membuatku harus menganggakat wajahku lebih tinggi untuk melihatnya. Senyumnya terus merekah, manis dan indah aku sangat menyukainya. Tak banyak  waktu yang dia punya, angin terus berhembus dengan kencang. Membuat perasaan ini semakin lancang dan ingin ku utarakan dengan kencang. Tak banyak hari yang kami punya, hanya sinar matahari yang terus menyala, dan ketika angin menggoyangkan jala. Aku ingin memulai berbicara, namun aku hanya diam karena ini permintaannya. Membuatku berada disini adalah inginnya, aku ingin sekali berkata, tapi mulut ini mengatakan dengan terbata-bata. Mata ini semakin berkaca-kaca, melihatnya membuatku ingin dia tahu dan perasaanku dapat ia baca. Langkahnya semakin mendekat, dan aku berpikir seolah dia nekat. Menemuiku adalah hal yang membahagiakan bagiku sangat. Tangannya perlahan berjalan menggenggam tanganku “terima kasih” senyumnya terus mengalir dari bibir indahnya. Membuatku seolah terus ingin selalu bersamanya, tapi itu mustahil bagiku yang tak memilikinya.
Kini dia pergi menjauh, setelah melepaskan genggamannya, meninggalkan sejuta kenangan. Kini, dia akan pergi jauh dariku dan aku tak boleh berharap untuk menemuinya lagi.  Menemuinya sebagai milikku, menemuinya sebagai pasanganku, dan menemuinya hanya sebagai sahabatku. Kini, dia telah pergi dan akan hidup bersama wanita yang lebih baik dan lebih ia cintai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar