Minggu, 22 Januari 2012

Susane Love Story


Hujan turun begitu deras mengguyur kotaVolendam, sebelah barat dari pusat Ibukota Belanda, Amsterdam. Aku berdiri di sudut jalan Volendam, gemerlap lampu menjadi penyinar terang disaat air dari langit mulai turun  dan membawa sejuta tetes air yang membasahi tubuhku, serta hembusan angin yang begitu kencang, hingga menusuk tulangku. Kedua telapak tangan ini kuayaunkan keatas kepala sebagai pelindung mahkotaku yang berwarna hitam kelam.
Ketika itu waktu menunjukkan pukul 08.00 malam waktu Belanda, kutunggu sampai hujan reda, untuk melanjutkan perjalanan menuju Volendam barat, tempat dimana aku tinggal. Waktu bergulir begitu cepat, tak terasa hujan yang turun hanya tinggal gerimis rintik, kupaksakan langkahku untuk segera berjalan menuju Lonsterm barat. Sepuluh  menit lamanya, aku berjalan menuju Volendam barat, ku hentikan langkah pada sebuah rumah  kayu berwarna coklat khas kayu, yang telah dipelitur. Ku buka dengan cepat pintu rumah tersebut, serasa tak sabar untuk masuk kedalamnya. “klek” suara tanda pintu telah terbuka, aku segera masuk dan menutup kembali pintu kayu itu. Tergesa langkahku kutuju kearah dapur, secangkir the hangat kuteguk, sebagai  penghangat tubuh yang terasa dingin terkena tetesan air hujan.
“tiiiitt…tiiittt” handfone yang kuetakkan diatas kasur kamarku berdering, dengan cepat aku menghampirinya, berharap penelpon itu adalah Sebastian Agathe, kekasihku yang sedang bekerja di Paris. Secepat mungkin aku ambil Hp itu, dan cepat kubaca tulisan dilayar tersebut, ternyata penelpon itu adalah Adams Stuart, teman dekatku, kuangkat telpon tersebut, “hallo…”, “hay, Susane, sedang apa kau??, hujan begitu deras turun, begitu dingin diluar, apa kau sudah pulang??” Tanya Adams, dengan sedikit kecawa, karena penelpon itu bukan Sebastian, aku menjawab pertanyaan Adams, “Hay Adams, I am okay here, yes, heavy rain falls, and the air so cold, now, I am at home” kujawab pertanyaan itu dengan bahasa Inggris, karena aku terbiasa menggunakan bahasa campuran Inggris saat berbincang dengan Adams. “Susane,, now, I will visit your home,,  apakah boleh?”. “for what??” Tanyaku heran, “hanya sekedar mampir, selagi aku masih di daerah Lonsterm barat, oh iya, apa kamu sudah makan malam??, kalo belum, akan kubawakan pizza untukmu”, “Adams, sedang apa kau di lonsterm barat??, kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?, tidak usah, aku sudah kenyang, tadi di perjalanan mampir ke toko roti, aku sudah makan.”, “tadi Cuma mengantar ibu kerumah nenek di lonsterm, ma’af tidak memberitahumu sebelumnya.”jawab Adams bersalah. Sambil menghela nafas , “huuuhhh,, ya sudahlah tidak apa-apa, sudah malam, aku ngantuk,, selamat malam adams”. “baiklah, selamat malam Sussane, bye”, “bye” jawab Susane.
Kubhempaskan tubuh ini ke atas kasur yang berselimut sprey berwarna putih, kulihat langit-langit atap kamaraku, dan kumainkan Hp yang kupegang, merenung sejenak, “kenapa Sebastian tak ada kabar lagi, sudah 2 hari lamanya ia tak membalas pesan singkatku, ada apa gerangan dengan dia???, apa kah Sebastian telah melupakanku??” gumamku dalam hati, kubangunkan badanku dan kupukul kepalaku lemah sambil berkata, “aaahhh,,, bodoh,,,bodoh,,!! Kenapa kau berfikir seperti itu Sussane???,, kamu tidak boleh seperti tiu Sussane, Sebastian mungkin sedang sibuk,, ingat itu!!!”. Susane mencoba meyakinkan dirinya.
Keesokan hari, mentari begitu terang bersinar, kicau burung riang membangunkanku, dari tidur. Dengan gegas aku masuk kamar mandi dan mambasuh badanku ini. Kupilih baju dengan gegas untuk berangkat ke kantor radio dimana aku bekerja. Setelah semua siap aku berlari menuruni tangga dan bergegas berangkat. “good morning” sapa Sussane kepada teman-teman kantornya. “morning” sahut teman-teman yang ada diruangan kantor itu. “hey Sussane, ada apa denganmu?? Kenapa kau kelihatan tua hari ini?” Tanya Gloria dengan nada bercanda, “hey,,, !!! kau menghinakau, walaupun umurku sudah 27 tahun, aku tetap masih kelihatan muda, daripada kau!, huffftt..” sebel Sussane, “haha…iya Sussaneku sayang, bercanda tau..!! hehe,, maaf ya” rayu Gloria. “baiklah, aku mau kerja dulu, da..da.. “. Kuberjalan menuju sudut kanan ruangan itu, dan kuhentikan langkahku dimeja berwarna silver, aku duduk diatas kursi depan meja tersebut, kumerenung, masih memikirkan tentang Sebastian,  kenapa dia tidak memberi kabar untukku??. “aaahhhh,, sudahlah, kerja..kerja..kerja.,,..!!!” Sussene menyemangati dirinya agar tidak terbayang tentang Sebastian lagi.
Pukul 12.00 waktu Belanda, aku mengajak Gloria sahabatku untuk pergi ke tempat makan siang langganan, kupesan menu salad dan orange jus kesukaanku, sambil menyantap hidangan itu, aku memberanikan diri untuk bercerita kepada Gloria, perasaan takut menyelimutiku saat akan cerita, terbayang-bayang 2 bulan yang lalu, Gloria marah padaku karena Sebastian, dia tidak begitu suka hubunganku bersama Sebastian, “satu,, dua,, tiga,” hitungku dalam hat untuk memulai pembicaraan dengan Gloria. “emm,, Glow, aku ingin bercerita, boleh apa tidak?” tanyaku dengan nada takut. “ingin bercerita apa ne??” jawab Gloria, Anne biasa Gloria memanggilku, dan Glow biasanya kupanggil dia. “aku ingin bercerita tentang Sebastian” Tanya Sussane berani. Gloria yang sedang asyik memakan spageti kesukaannya tiba-tiba berhenti, “apa??? Kau masih dengan Sebastian???, apa tidak cukup kau terukai olehnya??, aku sudah bilang dari dulu, Sebastian itu jahat, dia hanya memanfaatkanmu, dia itu tipe pria yang tidak peduli dengan wanita?, kau ini terlalu sabar dengan dia, apa yang membuatmu begitu cinta dengan dia???,, hah!!”, kata Gloria dengan nada  marah. “ sudah lebih dari 3 hari, Sebastian tak membalas pesanku, kutelphon tidak diangkat, harus apalagi aku???”, “apakah kau merasa tersiksa dengan sifat Sebastian yang seperti itu?”, dengan terbata-bata Sussane menjawab , “ sungguh aku tersiksa, kenapa dia seperti itu padaku??, apakah aku harus menyusulnya ke Paris?”, “ betapa bodohnya kamu long distance relationship, itu gak seperti ini!, kalau memang Sebastian saying padamu, pasti dia akan memberikan kabar untukmu, kalau ssperti ini?? Apakah ini yang dibilang sayang???, mulailah berfikir lagi Sussane”, marah Gloria padaku, berpikir.dan berfikir, kuambil handphone diatas meja kerjaku, dan kucoba untuk menelfon Sebastian, sedikit kecewa aku  menelphone Sebastian, karena selama 3 hari lebih dia tak memberi kabar. “tuutt…tuutt” suara tanda telefon masuk, dan tiba-tiba, terdengar suara “hallo susane???”, Sebastian menajawab telfonku, dengan senang hati aku menjawab pertanyaan Sebastian, “hay, Sebastian, apa kabar?? Kenapa kau tak membalas telfon dan pesanku kemarina, apakah kau sangat sibuk??, “maafkan aku sayang, aku sedang sibuk sekali sehingga tak sempat memberi kabar padamu” jawab Sebastian santai, serasa ia tak punya dosa terhadap Sussane. Kutarik  nafas dalam-dalam, dan kemudian aku berkata betapa seibuknya dirimu, sehingga tak sempat membalas pesan dan telfonku”, “ya sudah, nanti malam aku akan telfon kamu lagi, bye, I love you”, Sebastian    dengan cepet memutuskan telfonnya.
Kubuka kontak nomor di handphoneku dan kucari kontak bernama Adams, kutelfone dia, “hallo’ jawab Adams, “hay Susane, what’s up??”, “hay Adams, do you have spare time this tonight???” tanyaku, “”yes I have, why??”, “ I just wanna treat you in Capaloka café, do you agree??”, “ yes off course, nice pleasure, what time??” Tanya Adams senang, “ at 8’oclok,”, “okay, Susane”, “thanks Adams, see you”.”see you”.
Hari ini tepat hari jum;at, tanggal 22 Desember 2008, aku berjalan menuju arah , Capaloka café, tempat dimana aku mengadakan pertemuan dengan sahabat kecilku, Adams Stuart. Kala itu salju turun, jalanan menjadi putih tertutup salju, aku hentikan langkahku pada sebuah halte, sebuah bus dating berhenti, kemudian aku masuk kedalamnya. Llima menit perjalanan, akhirnya aku sampai pada di Capaloka café. Dengan segera aku masuk kedalamnya, kulihat sekeliling ruangan café, tiba-tiba seorang pria memanggilku, “Sussane”, ku tengok kebelakang, ternyata pria itu adalah Adam Stuart. Sumringah hati ini menghampiri Adams, “sudah lama menunggu ya?” tanyaku, “tidak, baru 5 menit aku sampai” jawab Adam Stuart, kemudian aku dan adams memulai berbincang-bincang ringan, seorang pelayan ,menghampiri kami dan menanyakan menu yang akan kita pesan, aku memesan segelas jus timun dan salad, seperti biasa, karena aku adalah seorang vegetarian, dan Adams memesan anngur dan steak. Sambil menunggu makanan kita berdua saling bercerita tentang masa kecil yang kita lalui bersama, ketika itu Adams menceritakan pada saat aku bermain kayu bersamanya, aku tak kuat menahan pipis, dan kemudian aku pipis di celana, betapa malunya aku saat itu, aku terus tertawa mendengarnya. “ini nona, pesanan anda” kata seorang pelayan sambil menyodorkan menu yang aku pesan, “terima kasih” kataku. Kami memulai untuk memakan makanan yang kami pesan, aku mulai memberanikan diri bercerita kepada Adams, “ Adams, besok aku akan peri ke paris”, Adams sekejap menghentikan menyantap makanannya, “mau apa kau ke Paris?” Tanya Adams heran, dengan mengumbar senyum khas Sussane dia menjawab “belakangan ini, hubunganku dengan Sebastian Agathe kurang baik, dia tidak dapat pulang ke Amterdam, jadi aku yang menyusulnya ke Paris untuk menanyakan kelanjutan hubungan kita”, “kalau itu memang yang terbaik bagimu sussane, silahkan, aku mendukungmu” kata Adams memberikan semangat kepadaku. “terima kasih Adams” kataku tersenyum, “ baiklah  ayo  kita makan” kata Adams.
Setelah lama dan berbincang , kami pulang meninggalkan Capaloka café, Adams mengantarku pulang, sampai di depan pintu rumah  ia mengantarku, “good night Sussane, have a nice dream” ucap Adams memperhatikanku. Senang hatiku karena masih ada yang memperdulikanku.
Keesokan harinya, aku bersama Gloria dan Adams pergi menuju bandara, dengan penuh senyum aku mengucapkan salam perpisahan, mereka memberikanku semangat agar aku dapat menyelesaikan permasalahanku dengan Agathe di Paris. Lima menit sebelum pesawat take off, aku berjalan menuju ruang tunggu keberangkatan, kutengok kebelakang, dan kulambaikan tanganku kearah sahabat-sahabatku yang sedang menyaksikan kepergianku ke Paris.
Tiga jam lamanya aku berada di angkasa, dan akhirnya sampai juga di Paris International Airport, dengan gegas aku menelpon Agathe, mengabari bahwa aku telah berada di Paris. ”halo sayang ada apa?” Tanya Agathe, “sabastian, aku telah sampai di Paris” , “apa????, kau berada di Paris?? (kaget Agathe mengetahui keberadaanku), baiklah biar Calf yang menjemputmu di bandara, sebentar lagi aku ada rapat, sampai jumpa nanti, bye”, “bye” aku tersenyum lesu dengan tanggapan Agathe. Sambil menunggu supir Agathe aku duduk di halte taksi bandara, ssmbil duduk aku memakan sepotong roti yang kubeli disekitar bandara, kukunyah dengan cepat roti itu, seakan hati ini tersayat perih, kerena merasakan agathe yang begitu acuh terhadapku. Air mata pun perlahan menetes di pipiku, dengan sigap aku mengusapnya menggunakan tangan kananku, “susane, kau tidak boleh menangis!!” sambil mengehal nafas dalam sussane berkata pada dirinya sendiri membberi semangat.
Lima menit kemudian, datanglah sebuah mobil Mercy berwarna merah, berhenti tepat di hadapku, dan kemudian keluarlah seorang pria berbaju putih dengan jaas warna hitam, pria itu menghampiriku dan bertanya “apakah anda nona Sussane??”, “iya, benar saya Sussane” tanyaku lesu kedapa pria itu. “saya Calf nona,  asisten dari tuan Agathe”, Tanya Pria itu dengan wajah berseri. Kuambil koperku dan dengan segera aku masuk ke dalam mobil itu. Tak sabar rasanya ingin segera bertemu dengen Agathe, kekasih hatiku yang sudah lama tak bertemu, 20 menit waktu yang ditempuh dari Bandara menuju kantor dimana agathe bekerja, mobilpun berhenti, dan calf menyuruhku untuk turun, bergegas aku menemui agathe, disebuah ruangan aku masuk dan bertemu agathe, “Sebastian Agathe!!!” aku memanggilnya dengan penuh semangat, “Hay nona”, agathe menjawab singkat, dia seperti tak ada rasa bungah ketika aku menghampirinnya, sikanya begitu dingin dan kaku.
Aku merasa tak nyaman dengan sikap Agathe yang terus menerus acuh terhadapku, dengan perlahan aku mencoba menanyakan hal tersebut kepada Agathe, namun lagi-lagi Agathe bersikap dingin dan tak menghiraukanku, “huhhhh,, sungguh malang nasibku”, gumamku dalam hati meratapi nasibku yang seperti ini. Di sudut ruang kantor Agathe kita duduk berdampingan, lagi-lagi sikap Agathe diam, aku sudah lelah dengan semua sikap, kuhela nafas dalam-dalam, dan … “Agathe, sebenarnya, kedatanganku ke paris ingin menanyakan masalah hubungan kita, selama ini, aku merasa hubungan yang kita jalin seperti sia-sia, Agathe, apakah kau serius menjalin hubungan ini??” , dengan nada memelas aku menanyakan hal tersebut , “ Anne, ma’afkan aku, selama ini memang aku bersalah padamu, menyia-nyiakanmu dalam kehidupanku, aku memang egois, dan tak pernah memikirkanmu, daripada ka uterus menderita karenaku…lebih baik kita akhiri hubungan kita smapai disini”, “Agathe???” , sahutku heran, “ aku tak ingin membuatmu menderita, ma’afkan aku Anne, terima kasih untuk semuanya, semoga kau menemukan yang terbaik bagimu”, sambil memegang tanganku, Agathe melepaskan ikatan cinta kita, dia kemudian pergi, keluar dari ruangan tersebut. Aku tak kuasa menahan air mata, walaupun perih selama masih menjalin cinta dengannya, namun, kenangan indah bersama Agathe tak kan pernah kulupakan.
“Kisah cintaku ini telah berakhir bersama Sebastian Agathe, aku taka kana pernah melupakan kenangan indah bersamanya. Sekarang aku ingin focus untuk melanjutkan  karir, baying-bayang tentang Agathe harus aku buang jauh-jauh, karena hidupku harus terus berlanjut, Sussane keep your spirit!!!”.



THE END




Tidak ada komentar:

Posting Komentar