Selasa, 17 Juli 2012

PHP?? em.. :D

Hello, siang-siang gini hawanya panas banget, enaknya nih minum es degan dipinggir sawah, sambil makan lontong pecel, sama mendoan, pasti asik gila, haha. Tapi, stop pikirin makanan yang aneh-aneh, inget Hilda badanmu tuh udah segede gini, masih aja mikirin makanan, sedih bukan? :D . Well, daripada mikirin makanan, yang otomatis bikin tambah ngiler kalo terus dipikirin, aku mau bagi-bagi tulisan, galau? kalo kamu bisa survive sama hal yang satu ini boleh dibilang ini bukan tulisan yang ngeGalauin, tapi kalo ini tulisan pas n' jleb sama kamu sih, bolehlah dibilang galau.
Akhir-akhir ini sering banget kan orang-orang pada bilang, "ah, lo PHP" , "dia PHPin gue" dan bla bla bla. sebenernya dulu sih kagak maksud sama 3 huruf singkatan itu, tapi sekarang alhamdulillah udah mudeng, haha (jingkrak-jingkrak). Yuk, di mulai, apasih PHP itu, PHP itu singkatan yang kepajangannya adalah Pemberi Harapan Palsu. Apalagi coba tuh kata? haha, PHP kalo menurut saya sih, seseorang yang selalu memeberikan harapan pada orang lain , tapi harapan tersebut kagak pernah kesampean. Mirip banget ceritanya kalo kamu ketemu pengemis di warteg trus kamu liatin, trus dianya naruh arepan besar kalo tatapan kalian tuh tanda kalian bakal ngasih duwit, padahal cuman dilihatin doang. Kasian kan? hmm.
Misalnya lagi, gini nih ceritanya, tapi aku mau ngingetin dulu yah, ini cerita totlly bukan kisah nyata dari penulis ini, tapi menurut pengalaman para temen yang curcol gitu, haha :p. Suatu ketika ada cewek yang berinisial "A", si "A" ini suka sama si "B", tapi si B gak tau kalo si A ini suka. Nah, pas lagi smsan gitu, si B tanya sama si A "eh, besok pulang jam berapa" , padahal ya niat si B tuh cuman tanya, trus dilanjutin tuh ceritanya, sampai akhirnya si B tuh kayak mau ngasih arepan sama si A kalo si B bakal ngasih tebengan sama dia. Itu bukan karena sebab coy, kenapa si A nganggep gitu, soalnya tuh kayak temen-temen yang lain, kalo pada tanya begituan, tuh temen pada nawarin tebengan. Lanjut sama cerita tadi, trus si A tuh udah seneng banget kan di tanya-tanya gitu, pertanyaan terakhir si B gini "A, Besok pulang sama siapa?sendirian?", siapa yang nggak ngarep coba kalo ada orang tanya-tanya gitu, sekalian ditambah ada perasaan beda noh dalam hati si A. 
Lanjut berlanjut, haha. bahasanya gak enak banget, si A menjawab pertanyaan terakhir si B "besok pulang sendiri kok" sambil senyum-senyum gak jelas, udah yakin banget tuh si A bakal ditebengin sama si B. Deng..deng.. ini nih yang paling mengejutkan , membuyarkan segala angan, mematikan semua sa, hiks..hiks :'( , (ampun lebaynya, haha) si B mengatakan "oke deh, ati-ati", Jlebbbbb banget noh perasaan si A, hatinya hancur bak diterjarng ombak yang sangat dahsyat -_-. Jadi nih, kalo buat yang kagak mudeng atao males baca cerita si A sama si B, sama kayak penulisnya ini, kagak mudeng juga. haaha, kesimpulannya adalah bagi si A , si B tuh si Pemberi Harapan Palsu, atau kerennya PHP. pada demen ya sekarang bahasa disingkat-singkat, heran saya! -_-
Kalo dalam ilmu Komunikasi yang  saya tangkep sih, sebenernya gak ada yang namanya PHP, yang ada adalah adanya perbedaan presepsi diantara keduanya itu. masing-masing orang kan pada punya tuh presepsi masing-masing atau pandangan masing-masing, karena setiap orang diciptakan berbeda. jadi kalo misal si B dianggep jadi PHP, bukan salah dia juga, dia fine kok, tanyanya juga jelas, nyalahin si A juga rasanya kurang pas, dia nangkepnya gitu. Pesan yang ditangkep sama di A itu berbeda sama pesan yang disampaikan si B. Jadi , kalo yang sering-sering di PHPin, mending jangan galau dulu deh, kita terka-terka dulu, anggep aja, pertanyaan atau tawaran itu hanya sebatas ingin tahu, bukan yang lain-lain. Positive Thinking aja :)

Senin, 16 Juli 2012

=> essay Competition , Telkomsel Homestay Australia


INDONESIA CULTURES, SOURCE OF MY LOVE TO INDONESIA

An elegant Archipelagic country which are rich of cultures, rich of spices, rich of natural wealth. The country which stand between two oceans, namely Indian Ocean and Pacific oceans. It was Indonesia , a country which  famous about  its rich cultural tradition and has religious values and decency. How rich Indonesia, so that, many other countries who want to master it, like the Dutch who had colonized Indonesia for 350 years and Japan that had also been colonized during the 3.5 years. That’s all caused because threy were tampted exist things in Indonesia. With the fighting spirit of the hero, all of these invaders could chase away, and can stand sturdy outrigger until now .
Indonesia's cultural variety is something that can not be denied its existence. With a population of 200 million people where they live scattered in islands of Indonesia. They also inhabit the region with variety of geographical conditions. Starting from mountains, forest edges, beach, lowland, rural, to urban areas. This also relates to the level of civilization of ethnic groups and different communities in Indonesia.
Meetings with outside cultures give the affect to the process of cultural assimilation in Indonesia. Then, developing and expanding major religions in Indonesia also supports the development of Indonesian culture so it can proof particular religious culture. It could say that Indonesia is one country with cultural variety level or high level of heterogeneity. Not only the cultural variety of ethnic groups but also the cultural variety in the context of civilization, to modern tradsional, and zoning. the variety of Indonesian culture can be said to have advantages compared with the other countries. Indonesia has a portrait of a complete and varied culture,
and last but not least, the social-cultural and political fabric of Indonesian society has a history of inter-cultural dynamics of the coupled interactions since the first. Interactions between culture includes not only inter-woven ethnic groups differently, but also include inter-civilization existing in the world.
Got a few years ago,some cultures of indonesia almost recognized by other nations as the cultural ancestors of these peoples, such as Reog Ponorogo, batik, etc. Pendet. But it was fiercely opposed by the citizens of Indonesia, so that indigenous Indonesian culture can still owned. Batik has now been patented by the United Nations organization named UNESCO as cultural heritage Indonesian ancestors. So many cultures in Indonesia, make me, as the next generation of indonesia feel pround to my country, we have many  cultures, so we have to keep it. I love Indonesia and  I love Indonesian Cultures.



                                                                                                                        




"Friendship is..."



“Friendship is…..”
#Gue musti perang melawan Ngantuk (Nera)

Matahari masih begitu kaku untuk memancarkan sinarnya, langit yang masih kental dengan cat hitam yang melekat, serta titik-titik putih yang masih setia memancarkan sinarnya. Pagi itu, sekitar pukul 4 subuh, keheningan yang kurasakan perlahan lenyap oleh dering dahsyat jam weker yang ku letakkan di meja tepat disampingku.   Buyar semua mimpi yang sedari tadi ku nikmati, dengan mata yang masih terpejam, ku matikan benda menyebalkan itu, suaranya begitu berisik , mengusik telinga. “huuuhh” dengusku kesal, seakan enggan untuk beranjak dari tempat berukuran 3x4 yang berbalut warna merah hati, dan sebuah lampu tidur mungil yang menyala dengan cahaya orangenya. Hari ini, senin 26 April 2012, aku sengaja memasang waktu pukul 4 agar ku terjaga dari lelapnya tidur yang tak ingin ku tinggalkan. Bergegas ke berjalan menuju arah kamar mandi yang jaraknya tak jauh dari kamar itu. Meski mata masih ingin tetap tertutup, namun ku paksakan untuk tetap terjaga. Jogja, itulah yang selalu hadir dalam pikiranku sejak beberapa hari yang lalu. Iya, hari ini adalah hari yang mungkin akan menjadi hari yang menyenangkan bagiku, tapi entahlah, aku masih ragu apakah hari ini akan menjadi hari seperti yang ku bayangkan beberapa hari yang lalu. Jalan-jalan menikmati etnik kota itu, belanja, berfoto atau…, aku masih terus bertanya-tanya apa yang akan terjadi. Suara gedoran pintu dari luar teredngar semakin keras, “Ra,, Ra,,?? Apa kamu di dalam?” Seorang wanita yang dengan lirih bertanya dibalik pintu itu begitu akrab ku dengar sehari-hari. “iya ma” ku menjawab malas karena masih terlalu pagi bagiku untuk terjaga di hari itu.
“ayoo anak-anak, kumpul, bapak akan absen satu-persatu” suara pak Naryo sudah meledak-ledak di pagi itu, menertibkan murid SMA Pelita yang akan segera berangkat menuju kota Sri Sultan Hamengku Buwono . Uapan demi uapan terus keluar dari mulutku yang diimbangi oleh mata saya tanda masih ingin memeluk guling lebih lama. Seorang meluncurkan senggolan ringan ke arah siku, namun bagitu yang masih kalut dalam keadaan mengantuk,  senggolan ringan itu bak sebuah tonjokan keras yang melayang, yang membuatku terperanga merasakannya, “Lo masih ngantuk ya?” Tanya Dinda, teman sebangkuku yang berdiri di sampingku. Aku meraih kedua tanganku untuk mengucek kedua mata yang sedari tadi ingin tetap tertidur lelap, “ini masih jam 5 pagi tauk, biasanya jam segini kan gue masih ngimpi kesana kemari, kalo tuh ngimpinya baek gue gak bakal rela dibangunin kaya tadi, huuh.” Kekesalan itu sepertinya sudah memuncak diubun-ubun.
#6-7  , kedaan yang begitu membosankan bagiku (Nera)
Yap , Jogja bakal gue tempuh sekitar 6-7 jam lamanya, meningat waktu tempuh yang masih begitu lama, membuatku kesal, aku putuskan untuk terlelap dibalik selimut tipis yang sengaja ku bawa dari rumah. Disamping gue tentu saja Dinda yang selalu setia  setiap saat dimana gue berada, dia sahabat kecilku , dari SD ketika aku masih dibilang orang pendatang di wiyalah kompleks perumahan dinas bokap. Maklum dulu bokap selalu berpindah-pindah, karena pekerjaannya sebagai pegawai pemerintahan kota,  setelah akhirnya menetap di sebuah perumahan elit yang jaraknya tidak jauh dari perumahan yang dulu pernah aku  tempatin  sekaligus  kenal dekat sama Dinda. Meski pindah, aku tetep maen ke rumah sahabatku itu. Bermain bekel, Barbie dan berbagai permainan khas cewek yang selalu kita mainkan setiap aku mengunjungi rumahnya begitu pula sebaliknya. Kami memang anak rumahan yang bermain  selalu berada dalam di dalam ruangan. Orang tua kami selalu melarang ketika kami akan bermain bebas layaknya anak-anak lain yang bermain dengan asyiknya dilapangan. Maklum, waktu itu disekitar Bandung, sering terjadi penculikan anak yang membuat orang tua kami begitu khawatir. Main kerumah Dinda aja mesti dianter sama supir, kesannya anak mama banget. Aslinya sih dulu pengen berontak, tapi tak apalah, demi kebaikan juga. Banyak teman sekolah yang mengejek kami dengan sebutan anak mama, aku  yang cuek selalu tak memperdulikan ejekan itu begitu pula dengan Dinda.
Stop cerita panjang lebar mengenai masa kecil yang dibilang kurang begitu membahagiakan, haha. Bis melaju dengan kecepatan yang kira-kira menurut pengetahuanku,  dia melaju dengen kecepatan yang lebih. Gara-gara hal itu juga tidurku terganggu, menyebalkan bukan?
“Ra, Ra” panggilan lirih itu menyeruak membuyarkan mimpi yang hampair kuhampiri, aku mendengus kesal, aku tau itu suara siapa, “apaan sih Din?” uapan terus meluncur serta mukaku yang lusuh oleh kantuk. “coba lihat deh, bangku belakang, lo tau gak Izzal Wijaya,?” Pertanyaan  Dinda yang menurutku agak risih mendengarnya, iya memang aku tahu siapa Izzal Wijaya, murid pindahan luar negri yang populer karena ketampanyannya dan berbagai prestasi sepak bola yang pernah ia torehkan, serta cewek-cewek di sekolahan termasuk sahabat ku sendiri, Dinda Surachman , yang menurut gue rugi banget memuji-muji ketampanannya itu dan bla bla bla…,  aku emang nggak pernah tertarik dengan hal-hal begituan, menurutku, hal itu sama sekali gak penting buat diurusi. Terserah mereka bilang aku aneh, namun its me. “emang kenapa dia Din?, Lo naksir dia ya?” tanyaku sengit. Dinda dengan cepat menyambar pertanyaanku dengan raut kecewa oleh perkataan sengitku barusan, “dia tampan banget ya Ra, duhhh andaiiiii…” sebelum dia melanjutkan deskripsi mendalam mengenai cowok popular itu, aku cepat-cepat memotongnya, “udah nyampe mana sih?”
“Tau ah, Tanya aja noh, sama sopirnya!” Dinda mengerucutkan bibir merah tanda dia akan segera berapi-api tapi aku gak peduli itu, kuraih selimut tipis dan kembali memejamkan mata.

#Finnaly, Jogja di depan mata !
          Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama , akhirnya aku menginjakkan kaki di Kota yang selalu ku idam-idamkan sebagai kota dimana aku tinggal bersama suami dan anak-anakku kelak, konyol tapi itulah yang ku inginkan.
          Seseorang menyenggolku dengan keras, aku yang dari tadi berusaha dengan hati-hati menuruni bis, kini terpeleset oleh senggolan itu, yapz, seseorang itu adalah cowok yang tadi dibicarakan oleh Dinda sepanjang perjalanan. Kesel , tanpa kata-kata, ku pandangi wajahnya yag setengah keturunan bule itu dengan tegas. Mata kami saling memandang, namun pandangan yang terlontar hanyalah sebuah pendangan kemarahan. Aku  langsung bergegas pergi menghamipiri Dinda yang sudah dari tadi menungguku di bawah.
          Aku mengguman tanpa henti, meluapkan kekesalah karena bule populer itu tak bertanggungjawab atas kesalahan yang ia lakukan. “harusnya tuh bilang minta maaf kek, atau apalah, tanda kalo dia tuh menyesali kesalahannya.” Gumamku yang tiada henti mengalir deras dari mulutku yang telah mengerucut bak gunung berapi yang sebentar lagi memuntahkan lahar panasnya. “lo kenapa sih Ra?” , pertanyaan polos yang terlontar dari mulut Dinda yang penasaran.
“gue bingung ya? Kenapa juga tuh orang gak punya tanggung jawab banget, tuh orang cowok bukan sih? “
“siapa Ra?”
“Izzal Wijaya, cowok cool yang bla bla bla…”  expressi kesal terus menyelimut di balik wajah khas Chineese yang Nera miliki.
“huuuuhhh” dengus Dinda sabar, dia tersenyum simpul mendengar barusan.
          Tujuan objek pertama kita adalah Candi Prambanan, tempat yang menjadi simbol kisah romantic yang terjalin diantara Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso.
          Berjalan menyusuri area sekitar candi yang ramai dengan para pengunjung, hari ini adalah hari libur, jadi wajar, jika obyek wisata ini didatangi para pengunjung. Aku asyik memotret obyek dengan kamera  DSLR yang  ku kalungkan di leher. Tak jarang kami pun bergantian memotret satu sama lain, Aku  dan Dinda tentunya. Dia kerap jadi model dari setiap hobiku memotret, hobi yang baru ku tekuni sejak ku dapatkan hadiah kamera ini yang berasal dari bokap, ketika beranjak menuju usia yang dibilang orang-orang adalah usia yang sudah dianggap dewasa. Udah bisa buat SIM, KTP , tentunya.

#Ketemu si Bule, no, no!
          Kantin selalu penuh dan sesak ketika jam istirahat tiba, seperti biasa aku sama Dinda, nyari tempat pewe, pojokan, disitu viewnya bagus, bisa liat kebun sekolah nan asri serta hembusan angin yang tenang. Mie goreng mbok Yem selalu kami pesan , rasanya gak kalah sama restoran ternama di Bandung. Aku sama Dinda  ngobrol asik, dari soal menggosipkan guru yang tadi mengajar, sampai membicarakan  tingkah adik kelas yang mereka anggap lucu dan pantas dijadikan bahan pembicaraan.
          Di tengah-tengah pembicaraan , tiba-tiba , seorang pria dengan postur tubuh sekitar 178 cm, berparawakan bule dengan  membawa semangkuk baso serta segelas es the , “boleh gue gabung?” , senyum bak actor terkenal ia umbar di hadapan kami. Aku kaget, mata terpelolok tak percaya serta berharap cowok itu harusnya cepat pergi dari hadapanku . Enek banget litany  setelah apa yang ia lakukan sewaktu di Jogja lusa.
          Dinda dengan cepat mempersilahkan Izzy alias Izzal Wijaya duduk disampingnya, pas berhadapan dengan mukaku. Ampun Tuhan, kenapa mesti dihadapan gue sih, kenapa juga si Dinda jadi kegatelan gitu, kaya uler keket.  Semua cewek dikantin terpenganga melihat Izzy menghampiri meja kami, mereka terkejut, arjuna sekolahan pelita itu tiba-tiba duduk dan makan bersama kami.  “oh ya, sorry ya buat yang kemaren lusa” wajahnya begitu santai mengucapkan kalimat itu, sementara aku berapi-api melihat wajahnya yang sok cool itu. Ku  mengangkat bahu, “oh ya,” jawban singkat, padat dan jelas yang cocok dikasih ke orang yang gak bertanggung jawab itu. Kejadian kapan, ngucapin maafnya kapan, tuh cowok pa bukan sih.  Hatiku terus menggumam , mengingat-ingat kesalahan yang pernah dibuatnya.
          “biasanya kalian pulang naik apa?” sambil menyumpit mie yang masih panas
          “Kita naek bis umum” , Dinda menyerobot menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Izzy barusan. Dengan wajah nggak terima kemudian menendang pelan kaki Dinda yang berhadapan dengan kakiku, namun Ia tak menghiraukannya.
          “nanti, boleh nggak gue anter?”
          “boleh” dengan terbata Dinda menjawabnya, kali ini bener-bener kalah cepet dri Dinda, seolah dia sudah tau apa yang akan dikatakan Izzy.
          Kami berdua diantar dengan menggunakan mobil Toyota Altis keluaran terbaru berwarna hitam. Izzy adalah salah seorang anak Konglomerat di Jakarta, mobil mewah mana aja dia selalu berganti-ganti ketika berangkat sekolah. Hal itulah yang menjadi ketertarikan para cewek-cewek di sekolahan. Aku gak peduli dia cekep, kaya, tapi sombongnya minta ampun. Lebih baik berteman dengan orang biasa, namun mereka begitu kaya akan hati.
          Mobil itu kini melaju melintasi jalan perumahan Dinda, tujuan pertama. “makasih ya “ senyum Dinda begitu dibuat-buat agar Nampak manis dihadapan Izzy, namun aku tau, senyum itu sama sekali tak pantas ia lontarkan. Dia lebih cantik jika dia natural tanpa dibuat-buat. Nyengir lihat kecentilan sahabatku itu, Izzy membalasnya dengan senyum yang seketika pudar.
          Terlihat dari kaca spion, Dinda melambaikan tangan, sampai perlahan menghilang. Ini adalah sebuah pengalaman yang sama sekali tidak nyaman bagitu, pertama, aku udah mandang buruk orang ini, dan kedua, aku canggung mau ngomong apa. Dalam perjalanan hening menyelimuti suasana di dalam mobil mewah itu. Aku hanyut dalam kecanggungan yang begitu dahsyat. Rasa benci pudar, karena aku lirik mengekor kea rah Izzy, ternyata ganteng juga nih cowok, pikirku dalam hati. Aku  terkikik dengan pikiran yang seklebet lewat. “Ra, kita mampir dulu ke Kedai, “ , Aku mengerutkan dahi, heran, “ngapain?” , “Cuma pengen minum sama kamu aja” senyum lebar ia tawarkan saat itu. Entah apa yang membuatku terhipnotis dengan cowok yang awalnya aku benci itu, namun sekarang kenyataannya berbeda. “sori, gue harus nganter nyokap ,maaf ya” tolakan halus diarahkan pada Izzy, “oh, ya sudah, gak apa-apa kok, lain kali ya. Mungkin terlalu cepat”, dia menjawabnya santai tanpa ada kekecewaan yang mendatanginya. Sampailah di depan gerbang rumah Nera, pagar besi tinggi dan kokoh, rumah besar dengan arsitektur khas eropa sudah menyambutku, “makasih ya” aku gak banyak bicara untuk menyatakan terima kasih dan salam perpisahan. Sebuah senyuman manis terlontar dari bibir Izzy. Mobil hitam itu perlahan hilang, dan aku mulai masuk ke dalam rumah.

#ada yang beda dari Nera! (Dinda)
          Seperti biasa, setiap istirahat , kami selalu makan bersama di kantin, hawa jam 12 siang adalah hawa yang paling menyebalkan bagi kita. Panas,ngantuk rasanya ingin cepat-cepat terkapar di kasur empuk itu, bersembunyi di hangatnya selimut dan tentunya bermain kealam mimpi yang kalo lagi beruntung, lo dapet mimpi yang sempurna, ber-ending baik, tanpa mesti kehilangan separo cerita gara-gara jam weker atau suara mama yang mengetuk pintu mengajak makan siang. Seperti biasa, gue selalu berharap kejadian seperti kemarin terulang kembali. Yap, disamperin sama si ganteng Izzy, dan dianterin pulang. Aku  tertawa kecil mengingat hal kemarin.
          “Din, lo baik-baik aja kan?”, Tanya Nera padaku yang sedari tadi terus melamun. Seketika aku kaget mendengar suaranya, “emm, enggak ko Ra. Gue baik-baik aja”, “gue liat-liat lo aneh hari ini, gak kaya biasanya Din” tanyanya sambil terus menyedot es teh yang dia pesan. “oh iya Ra, gue makin cinta sama Izzy” , pernyataan Dinda seketika membuat Nera tersendak. “are you okay Ra?” tanyaku cemas., Nera menggeleng.
          Cowok gagah nan tampan itu kemudian muncul dikantin, dia yang aku tunggu-tunggu ternyata datang, Izzal Wijaya atau yang beken dipanggil Izzy , dia datang dengan menenteng mangkuk dan segelas Jus jeruk yang ia pesan, berjalan menghampiri kami. Ku persilahkan dia duduk disamping kami, aku sepintas melihat raut wajah yang beda dari sahabatku, Nera. Biasanya Nera tak seperti ini ketika aku mempersilahkan Izzy untuk bergabung dengan kami, entah apa yang membuat dia berubah seperti itu. Aku coba meyakinkan diriku untuk tidak berprasangka buruk pada Nera.

#Rasa pada Izzy ?? (Nera)
          Jam dinding terus berdetak, suaranya menyeruak diruangan nan sepi. Aku terdiam, diam perlahan mengingat raut wajah Dinda yang berhasil tercuri oleh penglihatanku. Sepertinya dia sudah tau kalau aku pun diam-diam memendam perasaan yang sama. Hanya gara-gara diantar pulang olehnya perasaanku berubah, “aaaaaaaaaaaaaaa” aku berteriak kencang. Seakan tak percaya dengan perasaan yang tidak bisa diajak untuk berkompromi seperti ini. Aku mendengus kesal, tak ingin menyakiti sahabat sendiri. Tiba-tiba handphoneku bordering, dengan cekatan aku meraihnya.
“halo? Selamat malam”
“Hai Ra, lagi apa?” tanyanya dengan suara merdu.
“Hai, maaf ini siapa ya?” pura-pura tak kenal aku melontarkan pertanyaan itu.
“Gue Izzy Ra, gue dapet nomer elo dari Dinda” dengan santai dia menjawabnya.
Aku terdiam, membayangkan bagaimana perasaan Dinda ketika Izzy meminta nomerku, padahal aku yakin Dinda sudah tau kalo aku terlihat beda saat dihadapan Dinda.
Terbata-bata aku melontarkan pertanyaan padanya ,”em, em, a , apa yang Dinda katakana?”
“Dinda gak bilang apa-apa kok Ra, aslinya aku udah dari kemaren minta nomer elo ke dia, buat minta maaf, tapi gara-gara sibuk jadi ya baru pas kemaren  , sorry ya”
“iya gue maafin” aku menghela nafas tanda kelegaan datang.
“Ra, bisa keluar gak?” pintanya.
“maksud lo?” aku menyibak kelambu melihat ke luar, tak ada seorang pun disana.
“keluar aja”  pintanya terus mengalir.
Aku segera bergegas keluar rumah, ku buka pintu gerbang, dan ternyata Izzy sudah berada di depan gerbang. Aku terkejut, senyum jailnya keluar dari sudut-sudut bibirnya. Dia kemudian mengajakku berjalan ke teman kompleks perumahan. Melihat indahnya bintang yang bertaburan di langit, menatap indahnya bulan yang terus tersenyum.
          Izzy , dia adalah cowok yang sangat populer di sekolah, semua cewek suka padanya, termasuk sahabatku sendiri, Dinda. Perasaan tak bisa ku bohongi, jujur aku mulai tertarik padanya, mengingat semua kebaikan yang ia berikan selama ini. Hal itu mengalahkan semua rasa benciku dulu, termasuk saat di Jogja. Aku terkekeh mengingatnya.
          “stop Nera, lo harus lupain tuh cowok, jelas-jelas dia nakal sama lo, jelas-jelas lo benci sama dia. Inget,Dinda cinta mati sama dia, lo harus lupain dia!”  boneka teddy kesayangannya menjadi seolah dirinya sendiri untuk meluapkan semua yang ada dalam perasaannya.

#Rahasia Nera, (Dinda)
          Besok adalah pelajaran, bahasa Inggris dan aku harus mengembalikan buku catatan Nera yang kemarin aku pinjam untu ku salin. Beberapa menit yang lalu aku menelpon Nera, namun selalu terdengar nada sibuk. Biasanya jam segini Nera selalu membuka buku pelajaran untuk besok, tak enak rasanya jika tidak ku kembalikan padanya mala mini juga. Rumah kami tak terlalu jauh, jadi ku putuskan untuk mengayuh sepeda menuju rumahnya.
          Ku ayuh sepeda dengan sekuat tenanga sembari menikmati angin malam yang meyentuh dan masuk ke dalam tubuhku. Rumah Nera kuang sebentar lagi, ketika mata ini meuju pada sebuah bangku di taman, aku terperanga kaget, 2 sejoli yang sedang duduk disana, aku mengenal mereka, mereka sedang asik bercengkrama menikmati indahnya malam.
          Aku tertegun, diam, air mata ini mengalir dengan perlahan, aku benar-benar tak percaya, melihat sahabatku sendiri, ternyata menghianati. ku usap perlahan air mata yang menetes di pipi, sambil melaju kencang menuju rumah Nera.sesampainya disana, benar dia benar-benar tidak ada di rumah.
          Kaki ini terasa lemas untuk melangkah, tak ada semangat yang berarti dalam hidup ini, meski aku menyukai Izzy diam-diam, namun Nera lah yang mengetahui semua itu, dia yang dulu anti terhadapnya, kini menjadi begitu dekat dengan Izzy. Aku mendesah kencang, nafas ini terasa sesat, penuh oleh aliran emosi yang sedari tadi menggema di tubuh ini. Aku tak habis sangka dia seperti itu, mengingat kejadian pahit itu, seakan aku ingin segera melupakannya.
          “Din, lo semalem datang ke rumah gue ya?” Nera berdiri dihadapanku, aku masih merasa kesal, tak percaya dengan kejadian malam itu, “oh, iya gue titipin buku lo ke mbok Mi, sorry telat” jawaban ketus keluar dari mulut ini, aku bergegas meninggalkannya keluar. Aku melihat lekukan keecewaan yang muncul dari Nera, aku tak tega memlihatnya, namun kali ini rasa ibaku padanya terkalahkan oleh luapan emosi yang menyeruak.
          Aku berjalan menyusuri lorong sekolah dengan tatapan kosong, sekilas aku memperhatikan ruangan lab yang tampak ramai oleh kelas sebelah yang melakukan praktikum, mata ini menangkap sesuatu yang lain di belakang ruangan itu, sosok orang yang sangat ku kagumi, berdiri dengan tegap, sambil bercengkrama dengan temannya, aku menagkap sesuatu yang sangat aku suka darinya, senyum. Izzal Wijaya memiliki senyum yang indah, senyum yang sama persis dengan senyum kak Dion,  sahabat dekatku yang begitu hangat menyaku, menganggapnya sebagai adik sendiri,namun kini ia telah tiada.
#Dia begitu Indah (Izzy)
          Malam ini bagaikan mimpi bagiku, melihat wajahnya yang begitu terang, yang dulu diam-diam ku curi, mencuri setiap tingkahnya. Kesengajaan yang ku buat saat di bus, benar-benar membuatku semakin jatuh hati padanya. Pandangan pertamaku saat bertemu dengannya bukanlah di bus itu, saat kita ke Jogja, melainkan saat pertama kali aku menginjakkan kaki di sekolah, melihatnya yang berlari di depanku, serta membantuku menunjukkan arah ke kantor kepala sekolah. Meski dengan wajah yang tak terlalu memperhatikan, sikapnya yang cuek itu lah yang membuatku jatuh hati padanya.
          Nera Putri Budiman, sosok gadis cantik berambut ikal dipotong sebahu, berpostur sekitar 160 senti, serta wajahnya yang oriental benar-benar memikat hatiku. Sikapnya yang humble membuatku ingin selalu bersamanya.
          Ketika  semua cewek di sekolah berlomba-lomba mengejarnya, namun Nera tetap pada sikap cueknya, tak peduli dengan apa yang mereka lakukan. Kampungan, itulah kata yang sering ia katakana ketika melihat para siswi sekolah berteriak ketika bertemu dengan Izzy.  Izzy tersenyum kecut ketika melihat itu, Nera, Nera dan Nera, itulah sering ia pikirkan selama ini.
          Petikan gitar membawa harmoni yang perlahan memenuhi ruang kamarnya, syair yang terucap seakan mengungkapkan isi hati. I love you but is not so easy,, to make you here with me . Penggalan  lagu Endah n Ressa ia nyanyikan dengan sepenuh hati, senyum yang keluar semakin menambah nikmatnya lagu yang ia nyanyikan. “Gue jatuh Cinta sama lo Ra!” teriak Izzy bahagia.

#seminggu seudah dia diam (Nera)
          Sejak Dinda datang kerumahku malam itu, dia tak pernah mengajakku berbicara, diam, dan tak tahu bagaimana yang mestinya aku lakukan. Sekarang dia lebih sering bergabung dengan Inez, duduk bersama dia, makan ke kantin bersama dia juga. Aku tertegun , perlahan aku berpikir apa yang terjadi, apakah aku melakukan kesalahan padanya, atau jangan-jangan dia sudah mengetahui semuanya, tapi entahlah, aku bingung.
          Angin datang membelai helai demi helai rambutku, aku tertunduk lesu, sebuah coklat terulur kea rah mukaku yang sedari tadi kusut. Aku mengekor kke arah tangan yang memegang coklat itu, Izzy.  “lo ngapain?” tanyaku kaget padanya. “kenapa gak ke kantin?” heran Izzy.  “ oh, lagi males aja” ngeles, “gue lihat-lihat lo jarang banget sama Dinda sekarang?” “emmm, gak kok kita gak kenapa-napa, aku cuman lagi pengen disini aja” jawabku sembari melontarkan senyum kecut. “Ra, gue cabut kelas dulu ya udah belt uh” pamitnya, aku hanya mengangguk padanya.
          Hari ini, sepulang sekolah aku langsung menuju rumah Dinda, meminta maaf atas kesalahanku  dan bertanya apa yang sebenarnya merubah sikapnya selama ini. Sesampainya di depan rumah, aku terus menatap pintu , aku masih ragu untuk datang ke tempatnya, tapi aku harus kesana untuk menanyakan itu semua. Mbok Nah membukakan pintu untukku, dan mempersilahkanku untuk masuk ke kamar Dinda. Aku melihatnya sedang terbaring tengkurap sambil menggoreskan tinta ke buku warna pink yang ia miliki.
          “Din” kataku kaku, langkahku terhenti di depan pintu kamarnya, dia menoleh ke arahku, “kenapa lo kemari?” , “gue minta maaf sebelumnya, kenapa lo kayak gini sama gue?” dia beranjak kemudian berdiri di sebelah jendela kamarnya, sembari melihat kea rah luar, dengusan kesal serta senyum kecut keluar darinya, “gue gak habis pikir, ternyata sahabat yang gue percaya, pengkhianat!” , “maksud lo? “ kaget. Air mata perlahan turun dari mata mungil Dinda, membasahi pipinya “gue suka sama Izzy, tapi kenapa lo..” kata-katanya tak dilanjutkan. “gue gak suka sama Izzy, percaya Din” mencoba meyakinkannya, “bohong!” serunya. “trus malam itu? Apa yang lo lakuin sama Izzy, berduaan di taman, apa Ra? Lo gak usah bohongin gue, gue tahu Ra” dia terus menagis menatapku, aku ingat ternyata, malam itu dia mengetahui kalo aku di taman sama Izzy, “lo tahu?” tanyaku tak percaya, “iya, gue ke rumah lo, naik sepeda, dan gue lihat lo sama Izzy. Itu yang namanya sahabat Ra?” dia terus menyalahkanku. Aku tak kuasa, melihat tangisannya, ku datangi dia dank u peluk tubuhnya yang mungil itu, “maaf Din, gue gak ngapa-ngapain sama Izzy, dia ngajak gue keluar, dia cuman butuh temen ngobrol” kataku sambil terus mengelus punggungnya. ”Sikap lo beda Ra, gue tahu itu,” Dinda  beranjak dan melepas pelukanku. Aku hanya terdiam tak bisa berkata apa-apa saat dia mengatakan itu, aku kalah aku menyerah.  “maafin gue Din, gue janji gak bakal lakuin ini lagi, gue janji Din” sambil berlutut meminta maaf pada Dinda. Dia mengangkatku, dia memelukku sebagai pelukan sahabat, hangat yang ku rasakan ,”gue gak pengen kita putus persahabatan hanya gara-gara cowok din” pintaku dengan air mata yang tak terbendung lagi.

#............
          Siang itu Izzy menghampiri Nera, entah apa yang ia akan lakukan, dengan tergopoh-gopoh karena gitar yang ia bawa.  Sebuah kursi telah ia persiapkan di tengah lapangan basket. Tidak ada yang tahu, apa yang akan ia lakukan, konser? Apakah Izzy akan melakukan konser tunggal di tengah lapangan? Semua murid terus bertanya-tanya melihatnya. Senyum yang ia umbar kali ini beda, senyum sebuah kebahagiaan yang ada sekarang, bukan senyum cari perhatian yang sering ia umbar pada semua cewek yang melihatnya.
          Lantunan lagu “When You Love Someone”  yang dinyanyikan oleh Endah dan Ressa, ia nyanyikan, jari-jari tangannya dengan halus memetik senar yang teratur oleh nada-nada yang indah.
=#aku sadar, Love is not everything (Dinda)
          Heran melihat semua anak-anak berlarian menuju lapangan basket, aku yang kala itu sedang bersama Nera, kita semua heran, saling bertanya apa yang terjadi. Setelah makan siang kami selesai, kemudian kami berlarian menuju tempat itu,  yap, aku melihat seseorang yang selama ini aku kagumi, namun sekarang aku sudah mulai sadar, Izzy hanyalah idola bagiku, bukan seorang yang ku inginkan lebih. Aku terkekeh mengingat apa yang selama ini ku perbuat untuknya. Tak terasa air mata ini jatuh, butirannya terus membasahi pipiku, betapa egoisnya aku, hingga aku harus mendiamkan sahabatku dari kecil hanya gara-gara cowok ini, aku sadar Love is not everything.

#Friendship is everything (Nera)
          Kami saling berpandangan, bertanya-tanya apa yang dilakukan Izzy di tempat itu, “bodoh” kataku melihatnya. Aku terus memperhatikannya, lantunan lagu itu, ia nyanyikan dengan suara indah, tanpa false sedikitpun, yaiyalah namanya juga penyanyi, gumamku. Semua siswi sekolah terus berteriak ketika melihatnya, aku tak habis pikir, apa yang mereka lakukan sungguh berlebihan.
          Teriakan yang paling kencang adalah, ketika Izzy, datang mendatangiku, senyum manisnya membujukku untuk ikut bersamanya. Aku melihat sabahatku, Dinda, matanya mengijinkan ku tuk ikut bernyayi bersamanya. “Gue cinta sama lo, mau gak jadi pacar gue?” pintanya dengan sepenuh hati. Mataku melolok seakan tak percaya, cacian muncul dari para cewek sekolahan yang melihat kami, mereka sungguh tak percaya, Izzy mengatakan itu padaku.
          Aku terus mengekori gerak-geriknya, menangkap setiap lekukan perasaan dari wajahnya, dan sesekali aku memandangi raut Dinda yang melihat kamu, dengan diam, aku tersenyum manis “masih ada yang lebih cinta sama lo, masih ada yang jauh lebih baik dari gue. Persahabatan bagiku adalah segalanya, aku lebih menghargai sebuah persahabatan daripada sebuah hubungan percintaan, sabahat punya cinta dan kasih sayang, namun pacar hanya punya cinta, bukan keduanya,” kataku.
          Senyum bahagia yang Izzy umbar kini perlahan menipis, berubah menjadi raut kekecewaan, hampir 5 menit sejak aku mengatakan itu, dia mulai bangkit, dia yang dari tadi tertegun kini perlahan mengangkat kepalanya dengan penuh semangat, “makasih Nera” ucapan itu muncul dari mulutnya dengan senyum khas yang ia miliki. Aku tersenyum padanya, kemudian membalikkan arah dan bergegas ku gandeng sahabatku Dinda , kita adalah sabahat, yang tidak akan terpisah oleh apapun. J
#Friendship is everything (Dinda)
          Aku tak menyangka, Nera melakukan itu, dia jauh lebih berharga dari apapun bagiku, Nera lebih memilihku sebagai sahabatnya daripada cowok yang aku tahu dia  sangat mencintainya. J
#well, sahabat buat Nera (Izzy)
          Nera, cewek yang aku cinta, lebih memilihku untuk mencintai dan menyayanginya sebagai seorang sahabat, daripada kekasih yang baginya hanya memberikan cinta. Aku tahu dia adalah segalanya bagiku, namun persahabatan akan membuatku semakin menghargai persabahatan daripada cinta. “gue janji bakal jadi sahabat baik buat lo Ra” gumamku, sambil terus menatapnya dalam senyum. J

#bye
          Ketika persahabatan berubah menjadi derajat yang paling tinggi, ia tidak akan melukai sahabatnya, tidak akan berubah menjadi monster untuk sahabatnya. Kalau kata orang-orang Friendship is everything bagiku itu benar. Sahabat tak akan pernah hilang ketika kita membutuhkan, sahabat tak akaan pernah berubah menjadi monster. Tak ada kata mantan sahabat, sahabat bertahan lama, hubungan cinta, kita tak tahu, yang berawal baik bisa berakhir buruk. Sahabat punya cinta dan kasih sayang, namun kekasih , dia hanya punya cinta buat kita. J